Tafakur Alam merupakan perbuatan yang diperintahkan dalam agama dan ditunjukkan bagi mereka yang memiliki pengetahuan untuk merenungkan berbagai fenomena alam.
Allah SWT Berfirman : "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, ( yaitu ) orang -orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi ( seraya berkata ), "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalahkami dari siksa neraka.( Q.S 3 Ali-Imran : 190-191 )
Secara umum, objek tafakur adalah memikirkan dan merenungkan makhluk Allah SWT. termasuk dalam kategori Makhluk Allah ialah alam semesta beserta segala yang dikandungnya.
Perenungan terhadap gejala alam sangat bermanfaat dalam rangka mengungkap tanda-tanda kekuasaan Allah sehingga manusia menjadi tunduk, patuh, dan taat kepada Penciptanya, yaini Allah SWT.
Batasan penting yang harus diperhatikan dalam bertafakur ialah bahwa kaum Mukminim dilarang memikirkan atau merenungkan Dzat Allah SWT.
Seseorang pernah bertanya kepada Imam Malik bin Anas tentang bagaimana bersemayamnya Allah ( istawa ) di atas Arrasy, maka sang imam pun berfikir sejenak lantas memberikan jawaban :
الاستواءمعلوم والكيف غير معلوم والايمان به واجب والسوءال عنه بدعة
Istiwa' itu telah diketahui maknanya, tetapi bagaimana caranya tidak diketahui, mengimaninya adalah wajib, dan bertanya tentangnya adalah bidah.
Jawaban Imam Malik ini selanjutnya jadi kaidah yang terkenal di kalangan para ulama dalam menyikapi persoalan seputar Dzat dan sifat Allah.
Dengan demikian, terlarang hukumnya bagi seorang Mukmin untuk bertafakur memikirkan Dzat atau Sifat Allah SWT. Syekh Sa'id bin Wahf al-Qahtan menjelaskan dalam kitab Syarhu 'Aqidatil Wasithiyyah, bhawa yang harus kita lakukan mengenai keberadaan dalil-dalil ynag memaparkan tentang Dzat atau SIfat Allah ialah mengimani dan menetapkan tanpa takwil ( tafsir ), takyif ( bertanya tentang caranya ), ta'thil ( menolak sebagian atau seluruhnya ), dan tamtsil ( menyetarakannya dengan zat atau sifat makhluk ).
Selanjutnya, termasuk dalam aktivitas ialah menelaah Ayat-ayat Allah SWT, sehingga dapat dipahami dan diamalkan dengan benar dalam kehidupan sehari-hari. Yang patut menjadi perhatian, sebagaimana disinggung diatas, perintah menafakuri Ayat-ayat Allah hanya ditunjukkan bagi mereka yang memilikki pengetahuann terutama pengetahuan agama.
Memikirkan Ayat-ayat Allah tidak dapat dilakukan kecuali terlebih dahulu mengetahui ilmu yang berhubungan dengan ayat-ayat tersebut.
Wallahu 'Alam.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar